Menjadi Pengacara Koruptor, Apa Hukumnya Dalam Islam ?
Tugas pengacara advokat adalah bukan untuk membela orang yang salah atau melindungi kesalahan orang, tetapi tugas mereka adalah untuk memberi pendampingan dan memberi pembelaan jika terdakwa tidak mendapatkan keadilan dari proses atau jalannya pengadilan.
Hal ini sebagaimana di terangkan dalam hukum acara pidana dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat ("UU Advokat") Bahwa dalam karangan hukum acara pidana, keberadaan seseorang kuasa hukum (in casu advokat) dalam mendampingi tersangka atau terdakwa dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan, namun lebih tepatnya untuk membela hak-hak mereka sebagai tersangka maupun terdakwa. Karena mereka mempunyai hak-hak asasi yang secara legal dilanggar atau dikekang oleh kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ("KUHAP") maupun undang – undang khusus lainnya yang mengatur mengenai hukum acara pidana.
Oleh karena itu, peran kuasa hukum di perlukan untuk memastikan bahwa pemeriksaan, penahanan, penggeledahan maupun penyitaan yang dilakukan oleh penyidik sesuai dengan KUHAP maupun undang-undang khusus lainnya. Selain itu peran kuasa hukum lainnya yang penting ialah untuk memastikan bahwa terdakwa memperoleh keadilan dengan didakwa dan di pidana dengan pasal pasal yang sesuai dengan tindak pidana yang ia lakukan.
Dengan demikian berprofesi pengacara termasuk dalam kasus korupsi boleh saja asal tidak untuk membela kesalahannya dan juga bukan untuk yang benar dijadikan salah atau sebaliknya.
Hal ini berdasarkan riwayat dari sayyidina Ali r.a bahwa beliau berkata : "Rasulullah khawatir terhadap empat hal. "Apa itu hai Amirul Mukminin?" Tanya sahabat. Kemudian beliau menjawab: "Allah mengutuk orang yang menyembelih untuk selain Allah, Allah mengutuk orang yang mengutuk orang tuanya, Allah mengutuk orang yang mencegah orang yang bericara dari orangyang memenuhi haknya".(Is'adurrafiq 11/138).
Jadi, pengacara – termasuk dalam kasus korupsi- kalau tujuannya adalah untuk mendampingi terdakwa agar tidak di dzalimi di pengadilan-karena kadanag hakim atau jaksa dzalim pada terdakwa – maka itu boleh. Tapi kalau tujuannya untuk membela yang salah atau memutar balikkan yang benar menjadi salah atau sebaliknya maka itu haram.