Polisi dan Jaksa Sangat Kejam! Bayi 5 Bulan Ini Harus Merasakan Dinginnya Penjara

Satu hal yang paling dibenci oleh masyarakat kita adalah Ketidak-adilan. Satu hal yang paling menjadi kelemahan Hukum kita adalah membiarkan Ketidak-adilan tetap terjadi dan terus berlangsung selama puluhan tahun. Keadilan adalah sila ke 5 dari Dasar Negara kita, Pancasila.


Semua Polisi pasti tahu hal itu. Semua Jaksa juga pasti tahu itu. Tetapi banyak dari mereka yang pura-pura buta atau pura-pura lupa. Ketika ada ketidak-adilan terjadi dan berlangsung di depan mata mereka, maka mereka akan menyalahkan Pasal-pasal KUHP yang membuat kondisi itu terjadi. Mereka berdalih demi hukum. Mereka menganggap hal itu wajar karena ingin menegakkan hukum (katanya). Padahal Hukum itu dibuat dengan tujuan mulia yaitu menciptakan Keadilan bagi warganegara. Untuk apa menjunjung tinggi hukum kalau yang terjadi kemudian malah berupa Ketidak-adilan?

Tidak terbayangkan oleh kita, sesosok bayi berumur 5 bulan terpaksa harus menemani ibunya yang dipenjara selama 24 hari karena sebuah Kasus yang belum tentu merupakan salahnya ibunya apalagi salah bayinya. Bayi tidak bersalah itu harus merasakan dinginnya dinding penjara berikut fasilitas minim yang ada disana selama 3 minggu lebih

Dimanakah Keadilan itu berada? Dikabarkan WD wanita berumur 35 tahun telah ditahan di Rutan Banyumas bersama bayinya yang baru berumur 5 bulan terhitung 7 Januari 2016. WD ditahan Kejaksaan Banyumas karena dituduh melanggar Pasal 279 KUHP yaitu Pelanggaran UU Perkawinan/Poligami. WD dilaporkan ke polisi oleh AN yang tidak menerima bahwa suaminya yang berinisial DN telah menikah Siri dengan WD pada bulan Februari 2014

Pernikahan siri itu telah menghasilkan seorang bayi berumur 5 bulan. AN melaporkan WD ke Polsek Kembaran Banyumas Jawa Tengah sehingga kasus tersebut diproses dan berujung pada penahanan WD bersama bayinya di Lapas Banyumas. Yang tidak bisa kita pahami adalah mengapa harus WD yang ditahan Polisi/Jaksa? Yang melanggar Pasal 279 KUHP itu sebenarnya siapa? WD atau DN (suami AN)? Kalau toh dianggap dua-duanya melanggar, mengapa hanya WD yang ditahan? Apalagi bayinya ikut ibunya di Penjara? Dimana rasa kemanusiaan Polisi dan Jaksa? ketidak-adilan harus terjadi di masyarakat. 

Ini kasus yang sangat sederhana sebenarnya. Tetapi kemudian ada 2 Substansi Ketidak-adilan yang terjadi disana. Yang menjadi masalah utama dan menoreh rasa keadilan adalah : Mengapa Bayi itu harus ikut dipenjara selama 24 hari di Rutan Banyumas? (kabar terakhir dini hari tadi sang ibu dan bayinya sudah menerima status Tahanan Kota dari kejaksaan setempat). Entahlah kalau kasusnya berat, missal yang dilanggar oleh WD (tuduhan untuk WD) adalah Kasus Kriminal ataupun tindak kejahatan pembunuhan ataupun kejahatan berat lainnya sehingga wajib polisi dan Jaksa untuk menahannya. 

Yang dituduhkan untuk WD sebenarnya pelanggaran Pasal 279 KUHP. Pasal ecek-ecek sebenarnya loh.. Poin utama dari Pasal ini memang disebut adanya ancaman Pidana Penjara maksimal 5 tahun. Sayangnya Pasal-pasal yang bermakna mengambang itu sering diartikan terlalu sederhana oleh polisi dan jaksa. Bahkan sering sekali dipergunakan tidak sebagaimana mestinya. Disebut Ancaman Pidana Maksimal 5 tahun. Apakah itu berarti setiap pelanggar pasal itu pasti dipenjara 5 tahun? Tentu tidak. Tetapi sepertinya ada rumus yang sangat sederhana yang selalu dipakai oleh hampir semua Polisi dan Jaksa. Kalau ada ancaman pidana 5 tahun maka itu identic Pidana Berat. Kalau pidana berat maka tersangka harus ditahan

Rumus itu yang selalu dipakai kepada masyarakat umum. Masyarakat sangat takut dengan rumus itu dan menganggap sebagai terror yang menakutkan. Tetapi rumus itu ternyata tidak berlaku bagi mereka-mereka yang punya status khusus (tau sendirilah siapa mereka-mereka itu). Sebenarnya ada UU yang bisa jadi perbandingannya. Contoh nya adalah UU Lalu Lintas. Pelanggaran Lalu Lintas yang kecil-kecil seperti tidak memakai Helm, lampu tidak menyala dan lainnya umumnya denda maksimal dalam UU nya mencapai denda jutaan rupiah

Tetapi faktanya denda tilang di Pengadilan hanya bilangan puluhan ribu rupiah. Yang seperti ini memang dipahami masyarakat dan tidak menakutkan. Tetapi kalau judulnya masyarakat sudah digeret masuk kantor polisi karena aduan seseorang dengan disebut terjadi pelanggaran Pasal-pasal sekian KUHP dengan ancaman pidana sekian tahun penjara maka yang seperti ini akan sangat menakutkan bagi masyarakat. Yang seperti ini kemudian malah menimbulkan dorongan dari masyarakat untuk melakukan “Atur Damai”. Ketakutan mereka terhadap “gertakan” polisi yang mengantongi Pasal-pasal KUHP mengkondisikan masyarakat kita yang tidak paham menjadi “Iklas” merelakan uangnya agar dirinya tidak dipenjara. Masyarakat malah mungkin menggoda polisi dengan uangnya. Mungkin ya. Tetapi mungkin juga sebaliknya. 

PASAL 279 adalah pasal biasa tetapi di anggap menakutkan. 

Kenapa disebut pasal ecek-ecek karena pasal ini sederhana tetapi sering dibuat menjadi tidak sederhana. Dan sangat menakutkan karena ada Ancaman Pidana 5 tahun. Pasal 279 berbunyi : Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun: Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu; Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu

Sederhana saja terjemahannya yaitu, pertama (pasal 279 Ayat 1), seseorang yang sudah menikah secara sah sesuai UU yang ada dilarang untuk menikah lagi. Kalau menikah lagi maka diancam pidana maksimal 5 tahun. Kedua (Ayat 2), seseorang yang menikahi orang lain tetapi dirinya sudah mengetahui bahwa pasangannya sudah pernah menikah (masih berstatus menikah) secara sah bisa diancam pidana penjara 5 tahun

Betul kan? Sangat sederhana pemahamannya. Dalam konteks kasus diatas seharusnya Suami dari AN, yaitu DN yang lebih dulu dikenakan Pasal 279 ayat 1. Tetapi dalam kasus diatas polisi dan jaksa pura-pura lupa. Malah WD (si perempuan) yang dikenai Pasal 279 ayat 2 dan diancam penjara 5 tahun sehingga ditahan bersama bayinya yang baru berumur 5 bulan. Sebenarnya Pasal 279 ini sangat terkait dengan Pasal 280 yang bertujuan melindungi seseorang (biasanya wanita) yang mungkin menjadi Korban dari Pasal 279. 

Disebut dalam Pasal 280 : “Barang siapa mengadakan perkawinan, padahal sengaja tidak memberitahu kepada pihak lain bahwa ada penghalang yang sah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, apabila kemudian berdasarkan penghalang tersebut, perkawinan lalu dinyatakan tidak sah.” 

Sangat jelas tertera bahwa dengan menjunjung tinggi Azas Praduga Tidak Bersalah, WD yang memiliki bayi 5 bulan seharusnya dianggap lebih dulu bahwa ia tidak tahu bahwa DN yang dinikahinya ternyata sudah mempunyai istri yang berinisial AN. Dengan demikian suami AN yang berinisial DN itulah yang seharusnya kena Pasal 279 dan Pasal 280 KUHP. Tetapi yang terjadi malah terbalik. Bukannya DN yang ditahan polisi/jaksa tetapi WD yang mungkin saja merupakan korban

Dan yang paling membuat kita semua miris adalah kenapa Bayi 5 bulan itu harus terpaksa ikut ibunya di Penjara? Tidak adakah saudaranya? Tidak adakah rasa kemanusiaan polisi/jaksa untuk bayi itu? Kasus ini sepertinya merupakan pembalasan dendam dari AN terhadap WD karena telah berani menikah siri dengan suaminya, DN. Polisi dan Jaksa juga sudah membantu AN untuk melampiaskan dendamnya. Dimana keadilan di negeri ini?

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel