"Kebersamaanku dengan Mertuaku Adalah Tahun-Tahun Terburuk Bagiku"



Ilustrasi

Ketika ibu mertua jadi babu, menantu jadi ratu.

Perbuatan yang dilakukan baik maupun buruk perbuatan itu, pasti akan ada balasannya sendiri. seperti pepatah mengatakan, apa yang kita tanam itu yang akan kita tuai.

Kenapa setiap ada menantu yang sabar  mertuanya yang jahat, dan sebaliknya mertua sabar menantu yang jahat, sepertinya semua didunia seperti itu, apa karena masa lalunya mereka juga sama seperti itu ya? hingga seolah-olah waktu berputar kemasa lalu, ataukah benar seperti kata pepatah diatas.

Baca juga : Lama Tak Hamil Periksa ke Dokter, Bukan Resep Obat Tapi Resep "Anti Mainstream" yang Didapat

Kisah yang menceritakan kelakuan buruk manantu terhadap mertua kini harus ia rasakan sendiri ketika punya mantu.

SEMENJAK 30 tahun yang lalu, aku adalah wanita yang menjunjung tinggi kebebasan perempuan dan memandang pernikahan hanya sebatas hubungan biasa yang tidak mengandung pemenuhan kewajiban terhadap pasangan.

Allah menghendakiku untuk tinggal bersama ibu mertua hingga suamiku menyediakan kami rumah dengan fasilitas-fasilitas yang aku inginkan. Dan tahun-tahun kebersamaanku dengan mertuaku adalah tahun-tahun terburukku dengan wanita penyabar itu.

Saat itu aku lebih banyak mendengar saran dari rekan-rekan wanitaku agar bersikap keras dan tegas kepada ibu mertua sejak awal. Karena itu, aku membatasi ruang geraknya hanya sebatas di kamarnya saja.

Aku bersikap seperti ratu di rumah dan memperlakukan mertuaku seolah-olah tamu. Aku mencuci pakaiannya di akhir-akhir cucian sehingga beliau keluar dengan pakaian apa adanya. Pula, hanya sekali sebulan aku membersihkan dan membereskan kamarnya.

Aku tidak begitu perhatian dalam menyiapkan makanan khas yang sesuai dengan kebutuhan penyakitnya.

Ibu mertuaku seperti gunung tinggi menjulang kokoh dalam sabarnya. Selalu saja tersenyum kepadaku. Beliau melewati hari-harinya dalam kamar dengan shalat dan membaca Al-Qur’an.

Dan tidak keluar kecuali untuk berwudhu atau mengambil makanan yang kusiapkan di atas meja makan. Aku terkadang mengetuk pintu kamarnya dengan keras agar keluar dan mengambil makanan.

Baca juga : Jangan Protes Mulu Jika Istri Tak Cantik, ini Bukti Uang Rokokmu Lebih Mahal Daripada Make Up Istrimu

Suamiku begitu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak mengetahui apa yang terjadi dan mertuaku pun tidak pernah mengeluhkan kepada suami tentang sikapku. Bahkan saat suami bertanya kepada beliau tentang hubungannya denganku, ibu mertua menjawab dengan pujian kepada Allah.

Ibu mertua mengangkat tangannya ke langit mendoakanku agar mendapat hidayah dan kebahagiaan. Dan aku sungguh tidak memahami tafsiran kesabaran dan ketiadaan keluhannya kepada suami atas perlakuanku kepadanya.

Tibalah suatu ketika sakitnya bertambah parah dan beliau merasakan maut sebentar lagi menemuinya.

Beliau memanggilku dan berpesan saat aku gelisah berada di hadapannya: “Aku tak ingin bersikap jahat kepadamu dengan harapan agar kondisi rumah anakku kondusif dan sikapmu menjadi lebih baik. Doaku agar engkau mendapat hidayah sengaja kuperdengarkan di hadapanmu agar engkau kembali mengevaluasi diri.

Karena itu aku menasihatimu sebagai ibu- agar engkau berhenti dari sikap tidak baikmu setidaknya di hari-hari terakhirku. Aku memaafkanmu.”

Beliau mengucapkan kalimat-kalimatnya itu dalam keadaan tak sadarkan diri. Dan beliau tak sempat melihat air mataku yang menggenangi wajahku.

Beliau pun meninggal dan aku tak sempat berbakti dan menjelaskan dosa-dosaku di hadapannya. Beliau meninggal dan suamiku menyangka bahwa aku adalah menantu berbakti.

Kemudian tahun-tahun berlalu. Anak lelakiku telah dewasa dan menikah. Dia tidak menyediakan rumah bagi istrinya. Karena itu aku mengajaknya guna tinggal bersamaku di rumahku yang luas dan aku tempati sendiri setelah ayahnya meninggal.

Baca juga : Begini Bahaya Mengerikan Jika Chatingan dan yang Suka Curhat Pada Suami Orang

Aku tersentak seolah-olah waktu berputar ke masa lalu. Istrinya memperlakukan aku seperti aku dahulu memperlakukan ibu mertuaku sebelumnya. Aku berpikir inilah qishah adil dan balasan yang Allah segerakan.

Aku berlindung di balik kesabaran agar menuntunku dalam doa. Semoga Allah mengampuniku. Cukuplah sikap menantuku ini sebagai neraka dunia yang aku lalui bersamanya sebagai ganti ganasnya neraka akhirat.

Semoga Allah juga menguatkanku dalam memikul kepiluan hati terhadap pertanyaan anakku yang tidak bisa aku jawab tentang hubunganku dengan menantuku.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel